Oleh : dr. Anggie Sasmita Kharisma Putri
Saat ini istilah antibiotika tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pasalnya, pasien sering mendapat resep antibiotika pada waktu berobat. Tak jarang pula, antibiotika yang beredar di masyarakat bisa dibeli di apotek walau tanpa resep dokter. Peredaran antibiotika yang tak terkendali ini bisa menimbulkan persepsi baru bagi masyarakat bahwa antibiotika adalah obat dewa yang mampu mengatasi segala jenis penyakit. Walaupun antibiotika sudah familiar dalam proses terapi pasien, namun apakah pasien sudah paham tentang obat golongan ini?
Antibiotika adalah obat yang berfungsi untuk terapi penyakit akibat infeksi bakteri. Penyakit infeksi dapat dibagi sesuai dengan agen penyebabnya menjadi infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Oleh karena itu, penyakit infeksi tidak selalu diterapi dengan antibiotika dan pemberian antibiotika sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter yang berkompeten.
Pengonsumsian antibiotika harus sesuai dengan aturan waktu yang dianjurkan dokter. Pasien dianjurkan untuk menaati frekuensi pengonsumsian antibiotika guna menjaga efektivitas kerja antibiotika yang beredar dalam darah di seluruh tubuh. Selain itu, durasi waktu juga harus diperhatikan. Pada umumnya, antibiotika diberikan minimal selama 3 hari guna memastikan bahwa bakteri yang menginfeksi telah benar-benar mati. Penghentian konsumsi antibiotika sebelum durasi waktu yang ditetapkan oleh dokter dapat mengakibatkan bakteri masih hidup dan beredar di dalam tubuh, sehingga pasien tidak kunjung sembuh dan tujuan terapi pun tidak tercapai.
Penyakit infeksi akibat virus, jamur, ataupun parasit tidak bisa diterapi menggunakan antibiotika. Pemberian antibiotika yang tidak tepat sasaran dapat mengakibatkan timbulnya efek samping yang tidak diinginkan. Terlebih lagi, penggunaan antibiotika yang tidak mematuhi aturan terapi rasional juga akan menimbulkan efek resistensi terhadap golongan antibiotika tertentu.
Apakah yang dimaksud dengan resistensi?
Resistensi antibiotika adalah kondisi di mana bakteri tidak lagi dapat mati setelah diterapi dengan antibiotika. Resistensi dapat terjadi apabila bakteri mengalami perubahan genetik (mutasi) sehingga kerja antibiotika menjadi tidak efektif lagi.
Apa saja penyebabnya?
Penyebab resistensi antibiotika adalah perilaku yang salah dalam penggunaannya, antara lain :
- Peresepan antibiotika yang berlebihan oleh tenaga kesehatan
- Adanya anggapan yang salah di masyarakat bahwa antibiotika adalah obat segala jenis penyakit
- Lalai dalam menghabiskan atau menyelesaikan terapi antibiotik
Resistensi berkembang menjadi suatu ancaman yang serius. Jika masalah resistensi ini tidak segera ditanggulangi, para pakar memperkirakan bahwa pada tahun 2050, lebih kurang 10 juta orang di dunia meninggal akibat resistensi antibiotika. Banyak masalah yang akan timbul akibat resistensi antibiotika, di antaranya meningkatnya biaya kesehatan karena penyakit infeksi bakteri sulit disembuhkan, memperlama waktu perawatan, dan meningkatkan risiko kematian.
Saat ini pemerintah sedang berupaya untuk mengendalikan resistensi antibiotika dengan mengadakan kerja sama lintas sektor, yakni dari sisi pemerintah, tenaga kesehatan, maupun masyarakat. Pemerintah menegaskan kembali peraturan peredaran antibiotika di pasaran, sehingga antibiotika tidak bisa dengan mudah didapatkan jika tanpa menggunakan resep dokter. Tenaga kesehatan dihimbau untuk menerapkan prinsip terapi rasional, sehingga peresepan antibiotika diberikan jika memang terdapat indikasi infeksi bakteri. Selain itu, masyarakat juga diedukasi bahwa penggunaan antibiotika yang berlebihan dapat berisiko terhadap kesehatannya, salah satu akibatnya adalah dapat membunuh bakteri baik dalam tubuh.
Bakteri baik di dalam tubuh kita dapat membantu untuk memerangi bakteri patogen yang merupakan bakteri penyebab penyakit. Sayangnya, jika bakteri baik mati akibat penggunaan antibiotika yang berlebihan, maka tubuh akan rentan terjangkit penyakit akibat infeksi bakteri patogen. Kondisi tersebut pun bertambah parah dengan adanya masalah resistensi antibiotika karena bakteri patogen telah kebal. Jika tren resistensi ini berlanjut, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti infeksi biasa akan mengakibatkan kematian. Kita mungkin akan mendapati bahwa tidak ada satu antibiotika pun yang tersisa untuk mengobati semua tipe infeksi bakteri.
Lalu bagaimana cara mengonsumsi antibiotika dengan bijak?
Masyarakat dihimbau untuk menggunakan prinsip 5T, yaitu:
- TIDAK MEMBELI antibiotik sendiri (TANPA RESEP DOKTER)
- TIDAK MENGGUNAKAN antibiotika untuk selain infeksi bakteri
- TIDAK MENYIMPAN antibiotika di rumah
- TIDAK MEMBERI antibiotika SISA kepada orang lain
- TANYAKAN pada APOTEKER informasi obat antibiotika